Pages

Powered by Blogger.

Friday, April 18, 2014

My Short Story (4)

Cinta yang Murni

            Cinta memang kadangkala membuat orang buta karenanya. Segala yang ia lakukan untuk pasangannya, seakan-akan benar adanya. Namun tak selamanya cinta berujung pada keharmonisan, keselarasan dan kebaikan. Cinta mampu membangkitkan jiwa yang lemah menjadi lebih tegar, ketakutan menjadi keberanian, dan berakhir pada pengorbanan.
            Sama seperti yang Tasya rasakan, semenjak dia jatuh cinta dan menjatuhkan hatinya pada seseorang, dia tlah berikrar akan selalu menyayangi dan menjaga perasaan orang terkasihnya. Cinta pertama sekaligus pacar pertamanya itu merupakan teman SMA nya terdahulu. Mereka menjadi sepasang kekasih semenjak duduk dibangku SMA hingga menjelang akhir kuliah saat ini. Selama bertahun-tahun, Tasya selalu mencintai dan menyayangi tambatan hatinya itu, sebut saja namanya Rangga. Meski tak seharmonis kelihatannya, namun Tasya selalu mampu bertahan ditengah kepedihan yang dia rasakan. Segala hal akan dia lakukan untuk tetap mempertahankan hubungannya dengan Rangga berakhir baik-baik saja. Sifat Tasya yang pemurah mampu menutupi sifat Rangga yang kerap kali keras kepala dan tak bisa menjaga perasaan Tasya.
Saat dikantin kampus, terdengar perbincangan beberapa mahasiswa yang sedang membicarakan Rangga..

“Tau nggak sih, masak saat pertandingan melawan kita pasca taruhan kemarin,Rangga nggak hadir? Hahh, payah...
Ngakunya cowok, ternyata.... Banci. Hahaha”, ucap salah satu diantara mereka
“Benar, nampaknya dia tak punya malu. Jangan-jangan dia takut kalau dia akan kalah ditengah tontonan orang banyak. Dasar, banci kaleng”, Sahut Khaza yang merupakan ketua geng dalam grup tersebut.

Mendengar semua itu, Tasya tak kuat lagi menahan amarah didadanya. Dia langsung menghampiri mereka dan mulai menampakkan kemarahannya.

“Heh kalian!
Kalian ini nggak ada kerjaan lain ya selain ngurusi orang lain? Kalian pikir kalian yang paling hebat? Paling kuat? Paling berkuasa?
Dengar yah, aku nggak terima. Sama sekali aku nggak terima kalian menjelek-jelekkan cowokku didepan mataku. Kalian tahu apa tentang dia? Kalian sama sekali nggak tau apa yang sebenarnya terjadi. Jadi sebaiknya jangan banyak bicara. Perbaiki dan benahi dulu perbuatan kalian, baru ngurusi orang lain!”, ucap Tasya marah dan langsung berlalu dengan penuh kemarahan.

Mendengar ucapan Tasya, semua hanya diam. Suasana menjadi sunyi dan tak ada satupun suara yang terdengar. Terlebih Khaza, dia benar-benar merasa bersalah dengan apa yang tlah dia ucapkan. Dia hanya tertunduk dan berfikir apa yang harus dia lakukan.
Saat pulang kuliah, Khaza melihat cewek yang tadi marah-marah padanya itu merenung sendiri dekat taman. Khaza pun mendekatinya dengan iktikad baik.

“Emm, haii...”, sapa Khaza.
“Kamu? Ngpain kesini?”, sahut Tasya ketus.
“Aku Cuma mau minta maaf atas ucapan aku yang tadi, emm mungkin memang terlalu berlebihan.”, ucap Khaza.
“Aku Cuma ingin menjaga harga diri dan kehormatan pasanganku, makanya aku marah kepada setiap orang yang menghinanya. Aku menyayanginya, aku tak ingin sedikitpun ada yang menghina dia”, terang Tasya.
“Iya aku faham, maafin atas kesalahanku yang tadi.”, ucap Khaza penuh penyesalan.
“Gapapa, malah mungkin kamu ingin menghina dia sekarang, silahkan kamu lakukan. Aku gak peduli”, ucap Tasya sambil meneteskan air mata.
“Maksudmu? Kenapa kamu menangis? Apa yang sebenarnya terjadi?”, tanya Khaza.
“Selama ini, semua yang aku lakukan dimata dia selalu salah. Bahkan saat aku datang ingin membelanya, semua itu hanya dia fikir aku cari muka didepan semua orang. Tapi tak seperti itu kenyataannya. Aku tuluuss..”, air mata Tasya mengalir deras.
“Emm, mungkin dia hanya salah faham”, ucap Khaza.
“Salah faham? Bukan salah faham namanya kalau dia selalu menuduhku, selalu tidak mempercayaiku. Sakit rasanya”, Tasya menjelaskan.
“Iyaa, tapi. . “, Ucapan Khaza terpotong.
“Sudahlah, aku hanya ingin sendiri. Tinggalkan aku disini sendiri. Yang aku butuhkan hanya ingin menenangkan diri.”, ucap Tasya.
“Baiklah jika memang itu yang kamu inginkan,” kata Khaza sebelum dia beranjak pergi.

            Mendengar kejadian itu, Khaza menjadi ingin tahu lebih dalam sebenarnya apa yang tlah terjadi. Tapi dia berfikir, dia siapa? Setiap orang pasti punya problem sendiri-sendiri. Nanti akan terselesaikan juga masalah yang Tasya hadapi.
Namun tak selamanya setiap masalah dapat terselesaikan dengan mulus. Makin hari, Rangga terus-terusan marah pada Tasya karena masalah yang sepele. Tasya hanya bisa bersabar dan meredam situasi ini. Meski kelihatannya dia kuat, tapi sebenarnya dia sudah tidak tahan dengan semua ini. Tapi bagi dia, bertahan demi hubungannya baik-baik saja dengan Rangga, itu jauh lebih penting daripada menahan sakit yang selalu dia terima. Dia hanya tak ingin hubungan yang dia bina selama bertahun-tahun, kandas begitu saja.

“Kamu bisa nggak sih, jalan yang bener? Dari tadi selalu mau jatuh.”, ucap Rangga dengan nada tinggi.
“Aku Cuma agak pusing, aku lagi nggak enak badan”, ucap Tasya lemah.
“Alaaah.. Alasan aja kamu ini, bisanya Cuma manja aja. Jadi cewek harus tegar dong. Gitu aja nggak bisa. Payah!”, ucap Rangga menggerutu.
“Apa sih yang selama ini ada dipikiranmu? Ceweknya sakit bukan diperhatiin, malah kamu marahi seperti ini. Apa maumu? Semua yang aku lakukan, nggak ada benarnya dimatamu. Apa kamu sudah nggak sayang lagi sama aku? Hah?”, tanya Tasya kesal.
“Ahhh, sudahlah. Nggak ada gunanya berdebat dengan perempuan, bisanya Cuma nangis dan nangis.”, ucap Rangga lalu pergi meninggalkan Tasya.

Tasya merasa terpukul dengan semua perlakuan Rangga terhadapnya selama akhir-akhir ini. Rangga menurutnya tlah berubah, dia tak seperti dulu lagi yang lemah lembut memperlakukannya. Selalu memanjakannya, pengertian, dan bahkan hampir tak pernah marah padanya. Sikapnya menunjukkan bukan diri Rangga yang sebenarnya.

Ditempat biasa, taman dekat kampus.
Ditempat inilah Tasya menghabiskan waktunya untuk merenung, berdiam diri hingga menenangkan pikirannya. Baginya tak ada lagi yang sayang padanya kecuali bunga-bunga dan mentari yang selalu menampakkan sinarnya untuk menemaninya.
Khaza yang saat itu lewat ditaman tersebut, menghampiri Tasya kembali.

“Tasya, kamu disini? Kamu kenapa?
Aku lihat akhir-akhir ini, kamu selalu terlihat murung dan sedih. Beda dengan Tasya yang dulu aku kenal. Yang selalu ceria, tersenyum dan terlihat bahagia”, tanya Khaza.
“Semuanya telah berubah Za, perubahan itu yang membuat aku semakin tertekan. Rasanya aku nggak sanggup dengan semua ini. Tapi aku harus bertahan, sejauh mana aku akan bertahan, entahlah”, sahut Tasya.
Tasya menjelaskan semua yang dia alami pada Khaza, Khaza hanya bisa perihatin. Tak tahu apa yang harus dia lakukan untuk membantu Tasya.

Tiba-tiba, Rangga datang dan menghampiri Tasya dan Khaza..

“Ooo.. Bagus ya? Rupanya kamu disini. Aku nyari kamu kemana-mana, nggak tahu nya enak-enakan pacaran ya disini? Bagguuss.. Udah mulai pintar sekarang main kucing-kucingan dibelakangku. Iyaa?”, bentak Rangga.
“Apa maksudmu? Aku disini Cuma ingin menenangkan hati dan pikiranku aja, tanpa ada maksud apa-apa. Aku hanya. . .”, ucapan Tasya terpotong.
“Halaah, itu Cuma alasanmu saja untuk membodohiku. Kamu kira, aku nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi? Munafik tahu nggak.”, ucap Rangga.
“Sebaiknya dengarkan penjelasan kita dulu.”, sahut Khaza.
“Nggak ada yang perlu dijelaskan. Udah ketahuan, masih aja ngeles.
Ayo ikut aku pulang”, ucap Rangga sembari menarik tangan Tasya.
“Bisa nggak sih kamu jangan kasar sama cewek? Kamu itu laki-laki apa bencong? Beraninya kamu kasar sama cewek”, ucap Khaza marah.
“Apa peduli kamu, mau sok jadi jagoan? Iya?
Jangan ikut campur masalah orang lain, kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Ayoo...”, ucap Rangga dengan menyeret Tasya.

Dalam perjalanan pulang, terjadi cekcok antara keduanya. Mereka saling bertengkar dan menyalahkan. Hingga pada jalan perempatan, tanpa mereka sadari, ada mobil yang hendak melintas dari arah berlawanan. Hingga, mobil yang mereka kendarai menabrak mobil dari arah berlawanan karena kehilangan kendali.
Keduanya dilarikan kerumah sakit terdekat oleh masyarakat sekitar.
Setibanya dirumah sakit, Tasya hanya mendapati luka ringan ditangannya. Sedangkan Rangga mengalami luka yang cukup serius ditubuh dan bagian matanya.
Tasya yang saat itu berkunjung ketempat Rangga dirawat, dan bertanya pada dokter tentang keadaan Rangga.

“Bagaimana keadaanya dok?”, tanya Tasya.
“Dia mengalami luka yang cukup serius. Apalagi dibagian matanya.
Bisa saja saat dia sadar dan membuka matanya, dia tak akan bisa melihat isi dunia seperti ini kembali”, ucap dokter yang menangani Rangga.
“Maksud dokter, Rangga akan buta?”, tanya Tasya.
“Iya, bisa dibilang begitu.”, ucap dokter.
“Jangan biarkan dia buta dok, aku mohon.
Tolong selamatkan matanya dok, tolong..”, Tasya memohon sambil menangis.
“Salah satu cara agar Rangga bisa melihat lagi, jika ada yang bersedia mendonorkan mata untuknya.”, tanggas dokter.
“Saya bersedia dok.
Saya bersedia mendonorkan mata saya untuknya.”, ucap Tasya.
“Apa saudari yakin melakukan itu? Tak semudah itu melakukannya. Apa tak sebaiknya menunggu pendonor mata yang lain saja?”, kata dokter.
“Saya yakin dok, lakukan sekarang juga dok. Lakukan!”, ucap Tasya.
Karena Tasya bersikeras untuk mendonorkan matanya untuk Rangga, dokter mengabulkan permintaan Tasya. Sebelum Rangga bangun dari komanya, Tasya meminta operasi itu dilangsungkan saat itu juga.

Proses operasi berjalan dengan lancar, semuanya berjalan sesuai dengan permintaan Tasya.
Tasya meminta kepada dokter untuk merahasiakan kepada Rangga beserta keluarganya bahwa Tasya yang mendonorkan mata untuknya. Anggap saja pada saat kecelakaan, Tasya lah yang mengalami kebutaan itu.
Tak tahu lagi apa yang mesti dokter itu katakan, kebaikan hati dan ketulusan yang dimiliki Tasya memang bagaikan malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menyelamatkan Rangga.
Keluarga Tasya dan Rangga yang mendengar bahwa anak mereka mengalami kecelakaan, langsung menuju rumah sakit menjenguk keduanya.

“Tasya, kamu nggak apa-apa kan sayang”, tanya mama Tasya.
“Mama? Ini Mama?”, tanya Tasya.
“Sayang, mama disini. Kamu kenapa? Mama sebelah sini nak?”, jawab Mama Tasya.
Papa Tasya melambaikan tanganya kehadapan mata Tasya.
“Mah, Tasya tak bisa melihat”, sahut papa Tasya.
“Apa? Tasya, kenapa bisa seperti ini nak?”, sahut mama Tasya sambil memeluk erat tubuh putrinya.
“Mama dan papa jangan sedih ya, aku akan baik-baik saja kok ma pa..”, ucap Tasya sambil tersenyum.

Senyum itu terpancar dari wajah Tasya, baginya nyawa dan hidup Rangga lah yang lebih penting. Rangga yang lebih membutuhkan mata itu dibanding Tasya.

Selama berbulan-bulan, Rangga belum sempat bertemu dengan Tasya. Tasya pun tak terlihat lagi dikampus. Rangga merindukan Tasya, nampaknya dia salah dan menyesal tlah melakukan itu padanya.
Dia berniat mendatangi rumah Tasya dan memberikan seikat bunga untuknya.
Sesampainya dirumah tasya..

“Tasya nya ada tante?”, tanya Rangga pada mama Tasya.
“Ehh ada nak Rangga, ada kok tunggu tante panggilkan sebentar”, kata mama Tasya.
Mama Tasya membawa Tasya menemui Rangga dengan memakai kursi roda.
“Tasya...
Tasya kenapa tante? Kok pakai kursi roda?”, tanya Rangga.
“Maaf tante baru ngasih tahu kamu soal ini, soalnya Tasya nggak mau kamu tahu dulu mengenai apa yang dia alami.
Semenjak kejadian beberapa bulan lalu, Tasya sudah tidak bisa melihat lagi.
Selamanya.”, ucap Mama Tasya.
“Apa? Apa benar itu Tasya”, tanya Rangga.
“Iya sayang, aku sudah tidak bisa melihat lagi”, ucap Tasya.
“Ini tidak mungkin, tidaak..”, kata Rangga sambil pergi meninggalkan rumah Tasya.

Rangga masih belum percaya, orang yang selama bertahun-tahun mendampinginya ternyata telah tak bisa melihat lagi. Rangga tak tahu harus berbuat apa. Baginya, pendamping hidupnya haruslah sempurna. Tidak mungkin orang yang akan dia nikahi cacat seperti Tasya, Rangga mengidamkan sosok perempuan yang bisa merawatnya. Bukan malah sebaliknya.
Rangga menghilang entah kemana, pergi meninggalkan Tasya yang selama ini selalu setia menemaninya.
Tasya yang mengetahui semua itu, merasa salah menilai Rangga. Pengorbanan yang dia lakukan sama sekali tak membuahkan hasil, malah menuai petaka bagi hubungannya dengan Rangga.
Khaza yang saat itu tengah berada dirumah sakit menjenguk Tasya yang makin hari makin memburuk keadaannya. Dia depresi, sehingga menyebabkan Tasya tak bisa bangkit lagi.

“Tasya, aku disini.”, ucap Khaza.
“Khaza, kamu disini? Makasi khaza udah menjengukku”, ucap Tasya.
“Iya sya.
Gimana keadaanmu? Aku dengar dari teman kampus kalau keadaanmu semakin memburuk, makanya aku kemari ingin memastikan”, sahut Khaza.
“Iya Za, bahkan aku tak bisa menggerakkan seluruh tubuhku, aku lumpuh”, ucap Tasya.
“Rangga mana? Apa dia tak menemanimu?”, tanya Khaza.
Tasya hanya menangis..
“Ada apa Sya? Kenapa kamu bersedih”, tanya Khaza lagi.
“Tak ada gunanya kamu bertanya dia disini apa tidak. Dia takkan ada disini.
Semua nya hilang, orang yang selama ini aku cinta hilang entah kemana. Dia tak menginginkanku, aku cacat”, kata Tasya sambil menangis.
“Maafkan atas pertanyaanku, seharusnya saja Rangga itu tahu akan cinta sucimu, aku yakin dia takkan meninggalkanmu disini sendiri.
Aku kagum padamu Sya, kamu tulus.”, kata Khaza.
“Sudahlah Za, aku ikhlas kok. Meski aku seperti ini sekarang. Aku gapapa”, ucap Tasya.
“Iya Sya,.
Aku pamit dulu ya, masih ada kepentingan diluar sana. Aku akan kembali menjengukmu besok”, ucap Khaza lalu pergi.

Dalam perjalanan pulang didalam rumah sakit, tanpa sengaja Khaza melewati ruangan dokter yang terlihat sedang berbincang-bincang dengan seorang suster.

“Iya sus, aku kagum dengan seorang anak remaja yang mengalami kecelakaan beberapa bulan lalu. Dia rela mendonorkan matanya untuk kekasihnya. Benar-benar malaikat kecil yang baik hati”, kata Dokter.
“Iya dok, kasian juga ya.
Saya dengar saat ini wanita yang mendonorkan matanya itu telah ditinggal oleh pasangannya lantaran tak mau menerima keadaan sang cewek”, kata suster.
“Benar-benar tragis, tapi bagaimanapun kita harus bisa menjaga rahasia ini demi cewek yang meminta merahasiakannya”, tangkas Dokter.

Mendengar pernyataan dokter dan suster yang ada dalam ruangan tersebut, Khaza mulai sadar bahwa yang mereka bicarakan adalah Tasya dan Rangga. Kini Khaza tahu bahwa yang seharusnya buta itu bukan Tasya. Melainkan Rangga. Namun karena Rangga tak mengetaui semua itu, dia seenaknya saja meninggalkan orang yang selama ini bisa mengembalikan dunianya.
Khaza langsung bergegas menuju kamar Tasya untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah sampai diruangan Tasya, isak tangis dari semua keluarga terdengar. Tasya ternyata telah meninggalkan dunia ini. Khaza tidak tahu apa yang harus dia lakukan, tidak mungkin dia mengatakan pada keluarga Tasya yang sebenarnya terjadi karena keluarga Tasya sedang berduka atas kehilangan anak kesayangan mereka.
Semenjak Tasya telah tiada, Khaza berusaha mencari Rangga kemanapun. Namun tak membuahkan hasil, Rangga tak berhasil ditemukan.
Hingga pada suatu hari, ditengah keramaian kota yang padat merayap, Rangga terlihat sedang memungut sampah dalam tong sampah. Khaza yang melihat Rangga, saat itu langsung menghampirinya.

“Rangga?”, panggil Khaza.
Rangga terlihat tak meyakini siapa yang sedang memangilnya.
“Ini aku, Khaza. Masih ingat kan?”, ucap Khaza.
“Oh, kamu..
Hah? Khaza?”, Rangga kaget dan bergegas ingin pergi setelah dia tahu bahwa itu Khaza.
Khaza menarik tangan Rangga dan menahannya untuk pergi.
“Tunggu..”, ucap Khaza.
“Apa yang kamu inginkan?”, tanya Rangga.
“Aku hanya ingin menyatakan sesuatu padamu.
Mengenai Tasya. “, terang Khaza.

Lalu Khaza menceritakan semua yang terjadi. Bahwa sesungguhnya Rangga lah yang buta, bukan Tasya. Tasya hanyalah orang yang berbaik hati mendonorkan matanya untuk Rangga.
Mendengar penjelasan Khaza, Rangga kaget dan menyesal atas semua perbuatannya. Dia merasa bersalah. Dia sadar bahwa apa yang dia lakukan salah, tak seharusnya dia meninggalkan Tasya dalam keadaan tak berdaya, terlebih Tasya adalah orang yang telah mengembalikan penglihatannya.

“Lalu Tasya bagaimana keadaannya sekarang?”, tanya Rangga.
“Tasya...
Tasya telah tiada”, ungkap Khaza.
“Apaaa??”, Rangga kaget lalu menangis.

Dengan penyesalan yang dialami Rangga, semuanya telah tak ada gunanya. Tasya tlah tiada dan tak akan pernah kembali. Rangga yang selama ini menyia-nyiakan Tasya, kini mengetahui. Pengorbanan yang Tasya berikan menunjukkan dalamnya cinta Tasya untuk Rangga, namun Rangga tak pernah menyadarinya.
Kini telah sirna, kebahagiaan dan kebersamaan yang pernah Rangga alami takkan terulang kembali.


THE END
 

Blogger news

Blogroll

About