Cintaku
Kepentok Pentol
Di
pagi yang cerah ini saatnya bersantai ria di taman depan kampus bersama
teman-temanku yang rada – rada sedeng, tiba-tiba ada sesosok makhluk yang luar
biasa cool banget lewat depan kita. ‘ehem lebay dikit gak papa lah’. Ku menatap
dia dengan penuh kekaguman dan membayangkan kalau seandainya dia jadi milikku.
Oohhh.... Disaat sedang asyik lamunanku
tertuju padanya, tiba-tiba.
“Heh,
Rin.. ilermu tuh!!”, Rika membangunkan aku dari lamunanku.
“(Menyedot
kembali air ludahku) Hemb, apa ya??”, jawabku.
“Kamu
kenapa sih? Untung aja lalatnya nggak jadi masuk kedalam mulutmu.”, sahut
temanku Tika.
“Hehe,
biasalah. Lagi mengagumi makhluk Tuhan yang luar biasa cakepnya”, jawabku.
“Haduuhhh...
nggak usah ngimpi deh. Muka pas - pasan kayak badut aja blagu pengen dapet
cowok ganteng”, omongan Risma memperjelas aibku. Hiks
“Udah,
udah.. kalau kalian iri dengan kecantikan ibu peri seperti saya ini, bilang aja
deh. Ntar kalian dapat ramuan gratis dari saya. Hahaha”, tawaku terbahak –
bahak.
“Heeppp
(Rika membungkam mulutku).
Kamu
itu lho, gilanya dari dulu nggak sembuh- sembuh. Pliss yaa... ntar kita ceburin
juga kamu kedalam kolam deket perpus yang nggak pernah dikuras selama bertahun
– tahun.”, sahut Rika.
“(Membayangkan)
Wahh, ntar bisa – bisa aku jamuran lagi. Ihhh”, jawabku.
“Daripada
membayangkan yang nggak pasti, ayo kita ke kantin aja gimana? Kita kan masuk
kelasnya masih lama”, ajak Tika sambil tersenyum lebar sampai telinga.
“Cuusss
cinnnn...... Goooo!!”, jawab aku dan Rika serentak bagaikan paduan suara yang
cettar membahana.
Maklum lah jika kita bertiga selalu
gila – gilaan seperti ini. Namanya juga makhluk langka diseluruh pelosok
negeri. Hahaha
Oh
ya, namaku Rina Sanjaya, Biasa dipanggil Rina. Temanku barusan, Rika dan Tika.
Hemb, tapi jangan tanya siapa cowok tadi yaa... karena akupun tak tahu. Maklum,
aku paling nggak bisaan liat cowok yang cool abies gitu. Cuma, masalahnya,
setiap cowok yang aku deketin pasti semuanya kabur. Kenapa coba? Aku salah apa
coba? Kurang apa? Kurang ajar udah, uppss. Masak iya aku kurang cantik? Padahal
lho, kata ayah dan ibuku aku cantik kayak ratu sejagat. Tapi, ada yang nggak
mengenakkan juga sih. Masak cuma mimpi katanya. Humb jahatnya.
Mungkin
karena dulu ayah dan ibuku nggak baca bismillah nih buat akunya. Hehe
Kali
ini aku harus berhasil mendapatkan cowok yang aku mau. Dia cowok yang ke 99
dalam catatan target menjadi pendampingku. Semangat!! Meskipun kadang cowok
yang jelek sekalipun tak bersedia menjadi kekasihku, nasib emang.
***
Tibalah
dikantin..
Disini
emang sarangnya tempat teman – teman memadu asmara. Ciele, bahasanya.
Yang
bikin sedihnya, Rika dan Tika malah disamperin pacarnya. Sedangkan aku, duduk
termenung sendiri bagaikan anak kucing kehilangan induknya.
Diujung
sana, Rika mendapatkan sekuntum bunga mawar merah dari pacarnya. Dipojok sana,
Tika mendapatkan sebungkus cokelat dari kekasihnya. Lah, aku?? Dapat lalat yang
selalu menemani kesendirianku.
Akhirnya
kita memesan makanan, ditambah Rika dan Tika ditemani sang pujaan hati. Hadeh,
apes bener. Jadi obat nyamuk diantara 2 pasang sejoli ini.
Biar
siang- siang gini mantap, aku memesan bakso aja deh agar ada teman – teman yang
pada ngibuli aku yang saat ini lagi jomblo, tak timpuk pakai pentolan bakso
bulat yang gede. Sak mangkok – mangkoknya kalau perlu, biar maknyuss.
Seperti
biasa, kuah baksonya dulu yang aku makan. Biar kerasa kembung duluan, kan enak
nggak usah nambah bakso lagi. Hemat uang jajan. Hahaha
Tapi
koq tumben yaa, bakso ini keras banget seperti bola pingpong? Waduh, asyik nih
kalau dijedotin kedahi para pacar temanku ini. Ssttt, jangan bilang- bilang ya
pemirsa. Haha
Pada
saat mau ngebelah tuh bakso, ehh sendoknya kepleset. Daannnn, baksonya
terlempar. Plaakkk, bakso itu memantul ke kepala seseorang yang sedang makan
dimeja sebelah kita saat itu. Aku kaget dengan mulut menganga. Hemm, malah
mulutku disumpel pakai bakso oleh temanku. Tuh kan, jadinya batuukk....
“Apaan
sih Rin nganga gitu? Muka jelek, jadi tambah jelek tauu.”, kata Rika.
“It
it itu lho..”, Sahutku.
“Ngomong
tuh yang jelas napa. Kenapa? (Rika belum sempat menyelesaikan pembicaraannya,
aku pergi menuju orang yang kesakitan itu)
“Kamu
nggak papa kan? Maaf ya, aku nggak sengaja. Habisnya baksonya. . . (Aku kaget
saat dia noleh depanku, ternyata dia cowok yang aku incar itu)
“Hellooww..
(Sambil melambaikan tangan depan mukaku)
Kamu
koq bengong?”, kata cowok itu.
“Eh,
iya (mengedipkan mata).. maaf ya, aku benar – benar nggak sengaja dan nggak ada
maksud buat bikin kamu kesakitan”, tanggapku.
“Iya,
nggak apa – apa koq. Lagi pula, saya nggak mungkin marah lah sama cewek
secantik kamu.
Ihh,
gombal dan bo’ong banget ya. Nggak bisa ngebedain mana yang cantik dan nggak.
Apa dia lagi ngantuk ya? Wah, bahaya ini. Tapi, nggak apa – apa lah. Baru kali
ini aku dibilang cantik sama cowok cakep. Ceilee.. senangnya. Eh, stop stop.
Kembali ke duduk permasalahan.
“Hehe,
makasi (Sambil nyengir). Tapi kamu nggak kesakitan kan? Aku jadi merasa g enak.
Sini coba q liat dahinya (melihat dahi cowok itu)
“Duh,
kamu terlalu berlebihan deh. Padahal aku kan nggak apa-apa.”, respon cowok itu.
“Iya,
aku kan cuma takutnya kamu kenapa napa. Oh ya, nama kamu siapa? (sok kepo)”,
sahutku.
“Oh
iya, kenalin nama aku Dani (sambil menjulurkan tangannya)”,berkata dengan wajah
yang berseri – seri.
“(berjabat
tangan) Emm, aku Rina.”, jawabku dengan mata berkaca- kaca.
Tak
sempat aku melepaskan jabat tangan itu, tiba – tiba temanku Rika dan Tika
berada didekatku dan mengagetkan lamunanku. Secara spontan jabat tangan itu
terlepas mendengar sambaran omongan Rika.
“Ehem,
udah dong jabat – jabatan tangannya. Lengket bener kayaknya tuh tangan”,
Ringkas Rika.
“Apa
sih Rik, niatku cuma buat memastikan aja apa mas ini baik – baik aja apa
nggak”, jawabku.
“Oh
ya? Yakin? Nggak ada niat lain misalnya? Ngaku hayo?”, ejek Tika.
“Apa
sih kalian ini. Nggak koq.
Oh
ya, kenalkan ini namanya Dani”, sahutku mengalihkan pembicaraan.
Teman-temanku
dan Dani pun berkenalan.
“Oh
ya, kita ada kelas sebentar lagi. Kita masuk dulu ya”, tanggap Rika sembari
menarik tanganku menuju arah kelas kita. Nyebelin deh, lagi asyik-asyik ngobrol
sama pujaan hati, malah keganggu sama makhluk luar angkasa yang dua ini.
“Kamu
anak jurusan apa?”, teriaknya saatku beralalu.
“Anak
arsitektur”, jawabku teriak pula.
***
Dikelas, bukannya aku dengerin dosen
nerangkan, malah asyik memikirkan ketampanan Dani. Aseekk.
“Heh
Rina!!”, suara dosenku menyadarkanku dari lamunan tentangnya.
“Iya
pak.”, jawabku.
“Kamu
itu niat kuliah nggak sih? Bengong aja kerjaannya.
Sini
kamu, kerjakan soal ini”, jawab dosenku yang emang terkenal killer.
Mati
kau, aku nggak dengerin dari tadi apa yang dosenku katakan. Tamat sudah
riwayatku kalau begini.
“(Garuk-garuk
kepala, kaki, tangan),” ekspresi ketidak tahuanku.
“Kamu
kenapa? Panuan? Kudisan?”, tanya dosenku.
“Hehe,
bukan pak. Saya tidak tau cara menjawabnya”, jawabku tersenyum lebar.
“Huuuuu...”,
sorak teman-temanku.
“Diam
Diam!! Rina, karena kamu tidak mendengarkan bapak nerangkan dari tadi dan tidak
bisa mengerjakan soal didepan, bapak hukum kamu. Pergi ketengah lapangan dan berdiri
disana sampai mata kuliah ini usai”, kata dosenku geram.
“Haduh,
sial banget deh aku hari ini. Masak cuma masalah sepele kayak gini
dibesar-besarin?”, Menggerutuku dalam hati.
***
Dilapangan,
udah mataharinya terik banget, haus, nyampur jadi satu. Sial, bisa- bisanya aku
dihukum kayak gini. Huft, nyebelin deh.
Seketika,
tubuhku terasa ada yang melindungi dari teriknya matahari kala itu. Aku menoleh
kearah sampingku, ternyata. . . kalian tau siapa? Yups, itu Dani yang
melindungi aku dari panasnya siang dengan jaketnya yang ia jadikan payung untuk
menutupi kepalaku. So sweet banget deh orang ini, padahal baru kenal juga.
“Kamu
ngapain disini?”, tanyaku penasaran.
“Nggak
ada, kebetulan aku ngeliat kamu lagi dihukum disini, makanya aku samperin buat
ngelindungi kamu”, jawab Dani.
Ya
ampuunn, cowok cool kayak dia benar-benar buat aku tergila-gila.Tapi, harga
diriku turun drastis saat dia tau aku dihukum oleh dosenku. Hiks, menyedihkan
sekali.
“Helloo,
kamu nggak apa-apa kan?”, tanya dia yang melihat aku saat itu yang sedang
melamun.
“Aku
nggak apa-apa koq. Makasi ya udah mau bantu aku mengurangi panasnya siang ini
yang membakar kulitku”, jawabku berterimakasih.
“Ahh,
nggak usah sungkan begitu. G masalah bagiku”, jawabnya.
Duh,
jantungku berdegup kencang ini, kalau katanya Dewa 19 sih, seperti genderang
mau perang. Dani tambah buat aku klepek-klepek deh. Ya Tuhan, dia cowok
idamanku banget. Seperti superhero disiang bolong,
Tanpa
terasa, mata kuliah dosen killer itu telah usai. Kurang lama padahal. Baru kali
ini aku seneng dihukum. Hoho maklumlah ditemani Dani sih, jadi seberat apapun
hukuman yang aku terima jika ada dia semua akan terasa menyenangkan. Jadi
kepengen sering- sering dihukum nih kalau gini caranya.
“Ayo
ketempat yang teduh, kamu pasti capek.”, ajaknya sambil merangkulku.
Duduk
dibawah pohon yang rindang, sangat segar sekali. Hawa angin yang ringan
membelai lembut seluruh tubuh ini. Ditambah lagi ada dia disampingku, siang ini
jadi tambah istimewa. Ya Allah, mimpi apa ya aku semalam bisa deket banget sama
cowok setampan dan sebaik dia? Duh, jadi malu deh aku ini.
Pulang
kuliah pun usai. Saat aku bangun dari tempat duduk yang kita tempati, nggak
sengaja aku menginjak kulit pisang dan hampir terjatuh. Untung ada dia yang
menangkapku agar aku nggak terjatuh. Saat terbuai dalam pelukannya, tiba-tiba
aku kepengen kentut. Duh, kebiasaan burukku ini kambuh pada saat moment seperti
ini lagi. Tahan tahan tahan, duhh berapa lama lagi aku harus ngempet nih gas.
Udah nggak kuat sampai-sampai aku harus mengembungkan pipiku dan wajahku
terlihat memerah.
“Kamu
kenapa?”, tanya dia sambil melepaskan rangkulan tangannya.
“Hemb,
nggak papa koq. Bentar ya, aku kebalik pohon dulu”, jawabku singkat sambil lari
kebelakang pohon.
Nah,
akhirnya kali ini aku bisa kentut dibelakang pohon. Biar dia nggak tau dan
nggak malu-maluin juga kalau aku jorok kayak gini. Ahhh, lega rasanya. Saatnya
kembali lagi kehadapannya.
“Kamu
ngapain dibalik pohon? Pipis ya?”, tanya Dani bingung.
“Nggak
koq, Cuma lagi liat-liat semut lewat aja.”, jawabku salang tingkah.
Haha,
terserah dia mau anggap aku aneh. Daripada dia harus tau kenyataan yang
sebenarnya. Nggak banget kan??
‘Ayo,
aku antar kamu pulang.”, ajak Dani.
Tentu
saja aku nggak mau melewatkan kesempatan berharga ini. Mumpung teman-temanku
yang aneh itu lagi nggak bersamaku, apa salahnya menerima ajakannya.
***
Semenjak kejadian dikantin itu, aku
semakin dekat dengan Dani. Seneng banget deh bisa kenal dengan cowok idamanku.
Ternyata benar, ada hikmah dibalik musibah. Dan itu sudah terbukti terjadi
kepadaku.
Hampir
tiap hari aku diantar dan dijemput olehnya.
“Aduh,
yang makin hari makin lengket?”, ejek Rika temanku.
“Iya,
udah kayak surat sama perangko aja. Nggak mau lepas.”, tambah Tika.
“Kalian
ini lho, apaan? Kita loh cuek”, jawabku sambil menjulurkan lidah dan
meninggalkan mereka.
“Teman-temanmu
koq ditinggalin?”, tanya Dani.
“Ah,
biarin aja. Sebel deh, aku diejek mulu. Kayak yang nggak lengket aja mereka itu
sama pacarnya. Mentang-mentang aku masih jomblo gitu? Seenaknya men- Judge aku. Hemm”, jawabku sedih.
“Sudah
sudah, nggak bakalan lama lagi kamu pasti punya pacar”, sahut Dani.
Wah,
mendengar kata-kata Dani aku jadi berseri-seri kembali. Hadirnya mampu
tenangkan aku, membuat hidupku jauh lebih berwarna. Aku melamun mendengar ucapan
Dani yang dia katakan kepadaku. Aku penasaran apa yang ada dibenaknya. Lalu
akupun bertanya apa maksudnya.
“Maksudmu
apa?”, tanyaku seperti orang bodoh.
Dani
memegang pipiku, aku berfikir dia akan mencium atau ngapain gitu. Ehh, ternyata
ada kotoran diwajahku. Dani mengusapnya, jadi malu nggak bisa merawat diri.
Tanpa
aku sadari, Dani memegang tanganku dan menatap mataku dalam-dalam. Rasa gugup
dan jantung berdebar-debar merasuk dalam
tubuhku waktu itu. Ingin rasanya aku terbang keangkasa bersamanya waktu itu.
Dan kalian tahu apa yang terjadi? Aku kira dia mau ngomong sesuatu. Malah dia
ngejekin aku karena tanganku blepotan kena sambal.
“Kamu
ini, ceroboh sekali. Lihat ini tanganmu, kotor kan? Sana kekamar mandi dulu
buat bersihinnya. Aku tunggu didepan.
Yah,
lagi-lagi harapanku pun musnah. Akupun kekamar mandi. Efek dipegang tangan dan
dia menatapku, jadi pengen BAB jadinya. Haha, maklum deg-degan. Belum pernah
dipegang cowok sebelumnya. Jadi, rasa mules, kebelet dan pengen kentut itu
sudah wajar aku alami.
Keluar
dari toilet, rasanya lega pokoknya. Aku kembali menghampiri Dani yang sudah,
yaaa sekian lama menungguku.
“Heii...”,
gertakku dari belakang.
Dia
yang saat itu kaget, helm yang tadinya dia pegang terlempar keata. Daaann,
kreekk.. nyangkut diatas pohon.
“Aduh,
maaf yaa.. aku nggak tau kalau kamu bakalan kaget begitu”, kataku merasa
bersalah.
“Iya
nggak papa. Masalahnya, gimana cara ngambil helmnya. Aku nggak bisa
manjat,”jawabna.
“Yahh,
gimana dong? Coba aku goyang-goyangin tuh pohon dulu,”tanggapku.
Aku
berusaha mengguncang tuh pohon agar helm yang nyangkut didahan itu bisa
terjatuh.
“Siap-siap
ya, helm nya kayaknya udah mau jatuh tuh. Tangkap!!,”Teriakku.
Dia
yang saat itu sudah siap-siap mau menangkap helm yang akan terjatuh, terlihat
sangat lucu dengan ekspresi wajahnya yang menghadap keatas kayak orang bego
sambil mangap dengan tangan terbuka. Lucu abiiss...
ProOok..
helm jatuh. Yess, tapi sayangnya dia tidak tepat sasaran. Malah kepalanya yang
kena sasaran. Duh, kasian ketiban helm. Ketiban duren masih untung, lah ini
beda lagi ceritanya.
Aku
mencoba mengusap kepalanya yang saat itu sedang kesakitan. Kasian sekali. Aku
merasa bersalah, gara-gara aku dia jadi seperti ini.
Aku
yang miris sedih mengusap kepala hingga dahinya, kembali lagi dia memegang
tangan ini. Duh, jadi tambah mules deh kalau dipegang gini. Pengen BAB lagi.
masyaAllah, cobaanmu emang teramat berat ya Allah.. J
Kali
ini dia mengucapkan hal yang tak pernah terpikr sebelumnya olehku. Dia
mengatakan suatu hal yang membuat hatiku bahagia berbunga-bunga.
“Rin,,”,
panggilnya dengan tatapan yang dalam.
“Iyaa..”,
jawabku dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu
tahu, aku bahagia deh bisa beberapa hari ini bareng kamu. Mulai pertama kita
dipertemukan, kita kenalan, hingga jalan bareng. Apa kamu tidak merasakan
sesuatu?”, tanyanya.
“Maksudnya?
Aku kurang mengerti dengan apa yang kamu katakan.”, jawabku.
“Iya,
nggak tau kenapa.....
“Eeegghhh....
(Omongannya terpotong saat aku sendawa didepannya)
Eh,
maaf.. lanjutkan. Apa katamu?”, jawabku malu.
“Begini,
langsung aja yaa.. nggak tau kenapa, aku nyaman banget dekat kamu, disampingmu,
jalan bareng kamu. Kamu nggak merasakannya?”, tanya Dani.
“Emm,
sebenarnya apa yang kamu rasakan juga sama seperti yang aku rasakan. Bahkan aku
bahagia bisa jalan bareng kamu setiap saat.”, jawabku.
“Benarkah?
(Wajahnya diliputi senyum keindahan) berarti, kita sama.
Ehmm,
kamu mau tidak jadi pacarku? (berlutut dihadapanku)”, pinta Dani.
“(kaget)
aa aakk aakkuuu..
Aku
nggak bisa Dan.” Jawabku.
“Kenapa?”,
tanya Dani sedih.
“Aku
nggak bisa nolak kamu maksudnya”, jawabku tersenyum.
“Kamu
ini bisa saja. Makasi ya sudah mau menjadi seorang yang spesial dihati ini dan
bersedia menemani hari-hariku (mencium tanganku),” jawab Dani.
“Iya,
aku juga bahagia bersamamu”, jawabku.
Dani
memelukku erat seakan bahasa tubuhnya mengisyaratkan bahwa dia sayang dan takut
kehilanganku. Begitupun dengan aku yang senantiasa selalu ingin disisinya. I
love Dani.
Semenjak
saat itu, banyak waktu yang kita lalui bersama. Bercanda, bergembira. Susah
senang selalu kita lalui bersama. Bahkan hal konyol pun menjadi hobi kita
sehari-hari.